Bulan di Malam Itu

“Ibu, bulan malam ini teraaaaang sekali, baru malam ini saja”, kata Nei yang sedang duduk di luar memandangi bulan bersama adik-adik. Aku yang dari tadi di dalam sedang belajar bersama adikku langsung bergegas keluar. Wow, sungguh Indah sekali. Subhanallah, kalimat itulah yang aku ucapkan terus di dalam hati. Baru kali ini di Kampung Urat aku melihat bulan sebesar itu dan seterang itu. ternyata sudah mendekati bulan puasa. Aku terus memuji keindahan alam saat itu. Sangat indah sekali. Aku merasa sangat dekat sekali dengan bulan itu. sambil bercanda gurau dengan keluarga piara, di bawah terangnya sinar bulan. Meskipun rumah kami gelap, hanya diterangi oleh pelita saja, tetapi malam ini kami merasa seperti lampu menyala. Terang sekali, berkat cahaya dari bulan.
Keluarga piaraku tidak pernah pusing dengan kegelapan setiap malam. Tanpa listrik, tanpa sinyal, tanpa alat teknologi canggih, hidup mereka sudah biasa seperti ini. Bahkan menurutku, mereka sangat kreatif sekali. Tanpa itu semua, mereka masih bisa bertahan hidup, dan aku merasakannya. Hidup memang lebih aman dan damai. Saya merasakan udara yang lebih sejuk, udara ketenangan. Terlepas dari masalah apapun yang sedang dihadapi.
Sejenak aku sambil melamun, berpikir dan mengingat waktu. Aku tiba-tiba tersadar oleh waktu yang berjalan begitu cepat. Tidak terasa, 6 minggu lagi aku berada di Kampung, berada di rumah ini, rumah yang aku tempati sekarang bersama keluarga piaraku. Aku pasti sangat kangen sekali dengan suasana di kampung ini, suasana di rumah ini. ketika malam, di saat sudah gelap, tidak ada lampu yang menyala, kami mulai menyalakan pelita. Masing-masing orang sudah mengeluarkan senternya dan saling menerangi satu sama lain. Saling berbagi, itulah kebiasaan warga Kampung Urat. suara-suara kodok dan jangkrik sudah mulai berbunyi dan menemani tidurku hingga waktu subuh. Aaah random sekali ini yang kubicarakan. Setelah aku selesai dari sini, entah kapan aku bisa berkunjung kesini lagi.


Senin, 5 Mei 2015

Komentar