“Ibu
saya pemalas sekolah, saya mau petik pala saja”
Tak terasa sudah
mendekati 6 bulan para Pegajar Muda mendedikasikan dirinya di daerah
penempatannya masing-masing. Begitu juga dengan kami, Pengajar Muda Fakfak,
Papua Barat, yang sudah melewati suka duka bersama selama hampir 6 bulan. Maka,
patutlah dirayakan setiap moment
kebersamaan yang kami lewati.
Tanah Papua, yang
kata orang adalah pulau yang eksotis, lautnya sangat indah, apalagi isi
lautannya. Tak terbayangkan oleh delapan Pengajar Muda Fakfak untuk ditempatkan
disini, pulau paling timur Indonesia, pulau yang sangat ingin dikunjungi oleh
hampir setiap orang untuk menikmati keindahan alamnya. Pengajar Muda Fakfak
disebar di gunung dan lautan. Saya termasuk ke dalam golongan “Pembajak Laut”
yang siap menerjang ombak besar, menghantam badai, berpanas-panas ria,
kedinginan, kehujanan, dan siap juga untuk menikmati matahari terbenam di kala
sore hari ketika sedang dalam perjalanan.
Satu-satunya kampung
yang ada di Pulau Samai (bisa dilihat sih kalo di Google Maps, hihi), Kampung
Urat,Distrik Fakfak Timur, Papua Barat. Ya, itulah kampung saya yang sangat
eksotis sekali, kecil dan memiliki penduduk yang sedikit. Karena kecilnya
kampung itu, membuat saya bisa hanya dalam 2 jam saja berkeliling kampung
ditambah dengan silaturahmi di sekumpulan warga-warga yang sedang asik
mengobrol. Kecilnya kampung ini juga membuat saya bisa memantau pergerakan
anak-anak murid saya yang biasa saya sebut “Bajak Laut Cilik”. Siapa yang
sangka juga, di kampung yang kecil ini ada anak-anak hebat disini yang sering
sekali menunggu gurunya datang ke sekolah, yang haus akan belajar, dan haus
akan ilmu pengetahuan.
Ketika masa transisi,
PM pendahulu saya pernah berkata.”Nce, kamu akan melihat sesuatu yang takjub ketika
musim pala”. Saya sangat penasaran apa yang akan saya lihat ketika musim pala
datang. Sekedar informasi, Kota Fakfak mempunyai sebutan “Kota Pala”, karena
sebagian hasil bumi berupa pohon pala. Sebagian besar pekerjaan orang-orang di
kampung saya bukan nelayan, padahal daerah lautan, tetapi pekerjaan mereka yang
utama adalah pengusaha pala, karena di Distrik Fakfak timur ini banyak sekali
hutan pala. Musim pala terjadi setahun dua kali, dan saya sedang merasakannya
sekarang dari bulan Oktober – Desember ini. Sekarang saya melihat “sesuatu yang
takjub” itu ketika musim pala datang yaitu sekolah sepi sekali. Kemana
anak-anak saya? Jawabannya pasti sudah bisa ditebak, anak-anak saya lebih
memilih ikut orang tua petik pala dibandingkan sekolah. Pertanyaannya lagi,
kenapa? karena anak-anak bisa memegang uang banyak ketika musim pala, selain
itu, mereka ‘diwajibkan’ oleh orang tuanya ikut petik pala. Hal yang saya
khawatirkan juga adalah anak-anak terbiasa bolos dan kebablasan tidak masuk
sekolah. Hal itu benar-benar terjadi.
Fahrul, anak pintar, aktif
bertanya, dan sangat manis sekali termasuk anak yang sangat banyak bolosnya
ketika musim pala datang. Setiap pagi, ketika saya absen anak-anak murid saya,
saya selalu bertanya-tanya kemanakah Fahrul? Saya selalu mengunjungi rumahnya
untuk memastikan apakah Fahrul ada di rumah atau tidak. Tapi nyatanya, saya
tidak pernah bertemu dengannya. Hingga pada akhirnya, suatu hari saya
mendapatinya sedang bermain benteng, kemudian dengan cepat saya mendapatkannya
dan pelan-pelan saya dekati dia.
“Fahrul, kenapa kamu
su lama tidak sekolah?”, tanya saya dengan sangat hati-hati.
Fahrul tidak menjawab
sepatah kata pun dan hanya garuk-garuk kepala sambil senyum-senyum malu.
Kemudian, saya
mengulangi pertanyaan yang sama tetapi dengan nada yang lebih lembut.
“ibu, saya pemalas
sekolah ibu, saya mau petik pala saja”, jawabnya dengan malu-malu.
Satu helaan nafas
saya keluarkan, kemudian saya menjawab, “sayang, kamu boleh petik pala, ibu
tidak melarang, tapi ketika hari libur toh, pentingkan sekolah, baru, katanya
kamu mau pintar. Kalau sering bolos, nanti kamu ketinggalan banyak dari
teman-temanmu yang lain.”
Fahrul tidak menjawab
apapun, ia masih dalam posisi yang sama yaitu menggaruk-garuk kepala.
Keesokan harinya,
setelah saya memberi nasihat itu, ternyata tidak berhasil membuatnya masuk ke
sekolah. hingga pada akhirnya Fahrul juga pergi ke kota ikut ayahnya.
Seminggu kemudian,
saya pergi ke kota untuk kumpul rutin PM Fakfak di kabupaten. Jonson yang saya
naiki berlabuhnya di Pasar Sebrang. Maka, tidak heran kalau Pasar Sebrang
menjadi tempat berkumpulnya warga-warga Kampung Urat ketika sedang di kota.
Ketika saya turun di kota, saat-saat itulah yang saya manfaatkan juga untuk
mengecek anak-anak murid saya yang sedang bolos di kota. Benar saja, saya
mendapati Fahrul sedang asik memainkan MP3 sambil duduk-duduk di meja ikan yang
tidak terpakai.
“Fahrul, sedang apa
disini? Su makankah belum?”, tanya saya sebagai pembukaan percakapan.
“Sudah ibu, saya
tidak sedang apa-apa, saya hanya duduk-duduk saja disini”, jawab Fahrul dengan
sangat manis sekali sambil tertawa.
“Fahrul, kembali ke
sekolah ya nak. Kamu tidak kangen sama sekolah? ibu mau lihat Fahrul yang rajin
sekolah ya.”
Lagi-lagi Fahrul
tidak menjawab dan hanya tersenyum saja. Saya hanya berharap ketika saya sudah
sampai di kampung, saya melihat anak manis itu datang ke sekolah.
Setelah saya lumayan
lama menghabiskan waktu di kota, bukan hanya waktu kumpul, tetapi selalu
ditambah dengan waktu menunggu jonson, akhirnya saya bisa kembali ke kampung
juga. Ketika saya kembali mengajar, saya sangat senang sekali mendapati anak
yang manis itu. Ya, saya mendapati Fahrul sedang duduk menunggu saya di tangga
sekolah dan menyapa saya di pagi hari yang cerah itu. Keesokan harinya lagi, ia
selalu datang lebih awal dari teman-temannya dan ia juga yang rajin menyirami
pohon-pohon yang telah kami tanam bersama-sama. Ternyata memang menjadi guru
tidaklah mudah. Kesabaran itu kunci utama yang harus dipegang teguh oleh
seorang guru. Saya jadi mengingat kata-kata dari Pak Anies Baswedan.
“Mungkin
efek/dampaknya tidak berpengaruh sekarang, mungkin keesokan harinya, mungkin
juga beberapa tahun yang akan datang”.
Tulisan ini saya
dedikasikan untuk seluruh Pengajar Muda yang sedang mengemban tugas di daerah
penempatan. Percayalah kawan, perubahan itu pasti ada. perubahan entitas
perilaku itu bisa saja terjadi ketika kita sudah tidak ada di kampung itu.
Jadi, tetaplah bersemangat untuk menebar inspirasi dan selalu optimis.
Kampung
Urat, 3 Desember
Komentar
Posting Komentar