Suatu hari di Perjalanan Hutan Pala

Hari itu aku pergi menemani adik piaraku untuk memetik pala di Kebun Om Obi. Orang-orang di sini menamai hutan pala itu adalah kebun pala. Selesai makan siang, aku, Ita (adik piaraku) dan Saleha bersiap-siap untuk pergi ke Kebun Pala. Ita dan Saleha sudah siap dengan tomang dan baju gunungnya, saya pun sudah siap dengan kamera saja. Hutan pala ini jalanannya miring semua dan juga licin, jadi harus berhati-hati. Kalau tidak, yah kita akan terpeleset hingga turun ke bawah. Ini bukan pertama kalinya bagiku naik gunung dan melewati jalanan curam seperti ini (bukan bermaksud sombong kok, hehe). Tetapi meskipun begitu, anak-anak tetap saja sangat khawatir sekali kepadaku. “hei tunggu ibu, katong harus jalan pelan-pelan ooo, kasian ibu nanti jatuh”, kata Ita kepada saleha. Ampune (logat papua), mereka sangat baik sekali. ‘iya nak tidak apa-apa, jalan sudah, ibu bisa kok. Hehe”, jawabku sambil tersenyum kepada mereka.
Kami menelusuri jalanan di Hutan Pala itu, dimulai dari awalnya saya pakai sendal hingga akhirnya saya lepas sendal karena lebih aman dan nyaman lepas sandal. Di tengah-tengah perjalanan kami bertemu dengan Dela dan Ikbal. Mereka pun akhirnya mengikuti kami berjalan. Kami bersenda gurau di lebatnya hutan pala dan tidak terasa akhirnya sampai di sebuah kebun milik Oma piaraku. Kami beristirahat sejenak di pareng-pareng (dalam bahasa baham artinya tempat beristirahat) yang ada di kebun oma. Lalu, tidak lama kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke Hutan Pala milik Om Obi.
Sampai di Hutan Pala milik Om Obi, ternyata sudah banyak anak-anak yang membantu Om Obi memetik pala dan membelah pala. aku dan yang lainnya pun langsung bergerak membantu anak-anak yang lain mengumpulkan pala di satu tempat kemudian kami membelahnya bersama-sama. Ada hal lucu disini, ketika aku sedang asik membelah pala bersama Ikbal, Saleha, dan Ramadhan, tiba-tiba Daeng meminjam pisauku. Ternyata daeng juga ingin membelah pala. aku berikan pisauku kepada Daeng. Kemudian, Ramadhan berkata, “heeee Daeng, ko itu, Ibu lagi kupas pala, baru ko ambil-ambil ibu pu pisau. Ko kan orang kampung toh, bisa kupas pala kapan saja, kalau ibu kan orang kota sebentar lagi mau pulang, biar ibu latihan kupas pala, biar nanti di Jawa ibu bisa kupas pala”. aku pun tertawa geli mendengar Ramadhan berkata seperti itu. begitu polosnya anak-anakku ini Ya Rabb.
Kemudian, aku teringat sesuatu, ada yang aku kerjakan. Akhirnya aku pamit pulang duluan kepada anak-anak. “Ibu, ibu mau pulang?”, tanya Ita kepadaku. ‘iyo, ko disini sudah eee. Ibu bisa kok pulang sendiri”, jawabku dengan santai. “jangan Ibu, nanti ada orang potong-potong, ibu jangan sendiri”, sahut Ikbal. “hei, Ita, ko temani ibu pulang Ita’, jerit Jainal. “tara usah nak, ibu bisa sendiri, kalian disini sudah, ibu tidak apa-apa kok. Hehe”, jawabku sambil menenangkan anak-anak. “ibu, ibu bahaya kalau jalan sendiri, jalau katong tara apa-apa. Katong mau temani ibu saja”, kata Ita. “heeee sudah sayang, kalian disini sudah biar ibu pulang sendiri. Ini ibu tahu kok jalannya (padahal aku lupa jalannya, hihi)”, jawabku. “tara mau, katong mau temani ibu saja, ayo Ita katong jalan temani Ibu sampai rumah, sampai Ibu selamat”, kata Dela sambil mengajak Ita dan Saleha.

Akhirnya mereka bertiga pun memaksa mengantarkanku pulang sampai depan rumah. Mereka punya hati sangat baik sekali. Aku dijaga bagaikan seorang Ratu di negeri sendiri. Kalau biasanya aku menonton seorang ratu yang ada di cerita-cerita dongeng, sekarang aku merasakan sendiri, di sini, di Kampungku, Kampung Urat. anak-anakku selalu menjagaku dari pagi hingga malam. Bahkan mereka memperlakukanku seperti seorang Ratu. Ya Rabb, dalam hatiku sebenarnya sedih sekali, karena aku disini tidak lama lagi. Hanya tinggal menghitung minggu, maka aku pun harus kembali ke Tanah Jawa. Rasanya ini tidak adil bagi mereka. Aku sayang sekali kepada mereka. Bahkan aku yang banyak belajar dari mereka. Belajar arti kehidupan dan kesederhanaan. Belajar saling menjaga dan arti ketulusan. Semoga dengan kepulanganku nanti, tidak membuat mereka putus asa untuk meraih cita-cita ya Rabb. Dukunglah mereka untuk meraih cita-citanya dan mendapatkan pendidikan yang sama seperti daerah lainnya.

Komentar